Mengapa Negara Takut Kita Pintar?




Pendidikan seharusnya menjadi jalan menuju kebebasan dan kemajuan. Namun, di banyak negara, justru akses terhadap pendidikan yang berkualitas menjadi hak istimewa bagi segelintir orang. Mengapa demikian? Karena masyarakat yang pintar adalah masyarakat yang sadar. Dan masyarakat yang sadar tidak mudah diperbudak.

Tan Malaka dalam Aksi Massa memberikan gambaran menarik tentang bagaimana Inggris, dengan memberikan pendidikan tinggi kepada rakyat India, justru melahirkan kaum terdidik yang kemudian menjadi musuh kolonialisme itu sendiri. Orang-orang yang belajar, berpikir, dan sadar akan ketidakadilan akhirnya melawan dan menumbangkan sistem yang menindas mereka. Jadi, apakah pemerintah takut jika kita pintar? Sangat mungkin!

Pendidikan sebagai Senjata

Sejarah membuktikan bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh melawan ketidakadilan. Lihat saja bagaimana tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka, hingga Che Guevara—semuanya adalah kaum intelektual yang menggunakan pemikirannya untuk melawan ketidakadilan. Mereka tidak memegang senjata lebih dulu, tetapi memegang pena, buku, dan pidato yang mengguncang tatanan dunia.

Namun, lihat realitas hari ini. Apakah pendidikan benar-benar membebaskan kita? Atau justru dibuat sebagai alat untuk membentuk manusia-manusia patuh yang hanya bisa mengikuti sistem tanpa berpikir kritis? Sekolah mengajarkan kita untuk menghafal, bukan memahami. Kita diajari untuk mengejar nilai, bukan mencari ilmu. Sistem pendidikan didesain agar kita sibuk bekerja, bukan mempertanyakan kenapa kita bekerja begitu keras namun tetap sulit sejahtera.

Masyarakat Bodoh adalah Masyarakat yang Mudah Dikendalikan

Pemerintah dan korporasi besar membutuhkan rakyat yang cukup pintar untuk bekerja, tetapi tidak cukup pintar untuk melawan. Mereka ingin kita menjadi roda dalam mesin ekonomi, bukan pencipta perubahan. Inilah alasan mengapa pendidikan tinggi sering kali dibuat mahal, mengapa kurikulum sekolah diatur agar tidak terlalu banyak mendorong pemikiran kritis, dan mengapa ilmu-ilmu yang membangun kesadaran sosial jarang menjadi prioritas.

Lihat bagaimana media dan hiburan dikemas. Kita disuguhi drama murahan, gosip selebritas, dan konten-konten dangkal agar kita sibuk dengan hal yang tidak penting. Ketika masyarakat lebih peduli pada skandal artis dibanding kebijakan yang merugikan mereka, maka penguasa telah berhasil menjalankan misinya.

Saatnya Bangkit dan Melawan dengan Ilmu

Kita tidak bisa terus-menerus dibiarkan dalam kebodohan sistematis ini. Membaca, belajar, dan mempertanyakan segala sesuatu adalah langkah awal menuju kebebasan. Buku-buku seperti Aksi Massa bukan hanya sekadar bacaan, tetapi manifesto untuk memahami bahwa ketidakadilan tetap ada selama kita tidak sadar.

Jadi, apakah kita akan terus menjadi boneka dalam sistem ini, atau mulai menggunakan akal dan ilmu untuk membangun dunia yang lebih adil? Keputusan ada di tangan kita. Bangkit atau tetap tertindas?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar